Selasa, 21 Juni 2016

Papa, aku ingin dipukul !

Selasa, 21 Juni 2016.
Bertepatan dengan tanggal ke 14 dibulan Ramadhan. Pagi ini, setelah shalat subuh tak biasanya aku keluar rumah. Namun kali ini kurasa ada yang berbeda, kulihat bulan nampak bulat sempurna, cahayanya membias menyinari seluruh insan dibumi, seluruh hamparan yang terbentang tak luput dari cahayanya. Walau mungkin ada sebagian belahan bumi lain yang iri, tak kebagian cahaya yang di percikan. 

Lagi lagi, aku ingat seseorang terhebat yang selalu membuat aku tak kuasa menahan gejolak rindu. Seseorang terhebat yang selalu dengan peluk hangatnya bisa membuatku betah lama-lama berada dipeluknya. Bagaimana tidak, dia papaku.

Aku ingat beberapa tahun lalu, saat aku masih kecil. Kala itu aku masih berusia 4tahun. Namun ketahuilah, meski aku pelupa yang ulung, namun tentang papa aku adalah pengingat yang hebat. Pagi ini aku terbawa bayangan 16tahun lalu.

*
Indah kecil, seperti biasa tidak bisa selalu berlama-lama bersama dengan papa. Papa kerja diluar kota, hanya tiap 4bulan sekali ia pulang, dan berada dirumah paling lama tigahari. Maka dari itu, tak heran jika mama mengalihkan panggilan 'papa-bapak' untukku kepada paman, ua, atau tetangga yang sekirnya dekat dan sayang padaku.

Hari itu, seperti biasa aku main bersama teman teman sebayaku, dan satu anak kecil yang tidak lain adalah sodaraku. Kita hanya selisih duatahun saja, ketika itu dia sudah masuk sekolah kelas 1 SD, pada semester satu awalnya dia mendapat peringat satu, namun semester terakhir dia tergeser, hingga mendapat peringkat ke-3. Mungkin untukku itu tak jadi soal, karena menurutku masuk peringkat tiga besar saja sudah sangat kuar biasa. Mungkin, tidak tinggal kelaspun itu sudah alhamdulilah. Aku yang kala itu tidak begitu mengerti akan apa yang sedang terjadi, tetiba melihat dia dipukul sama papanya, dicubit, dan dibentak. Sama sekali aku tidak takut sama bapak (paman) karena kepadaku dia selalu bersikap ramah, dan sepertinya sangat sayang sekali sama aku. 

*
Setiap menjelang ramadhan, papa selalu pulang, dengan seperti biasa ia tak lupa membawa sekantung permen, coklat, dan makanan kecil untukku sebagai oleh-oleh. Aku dirangkul, diciumnya, dipeluk, di gendong dimanja-manja, bahkan ketika aku berontak ia tetap melakukannya. Dia sangat menyayangi aku lebih dari sayangnya seorang ayah kepada anaknya, bagaimana tidak. Akulah anak perempuan satu satunya yang ia dambakan sejak 10tahun berlalu pernikahannya dengan mama. Jadi wajar saja, apapun pasti ia lakukan dan berikan untukku. Papa selalu bilang "Papa sayang sama Usu (bungsu) , papa cinta sama usu"
Cinta? Apa itu, asing rasanya di telingaku. Aku yang kala itu masih kecil dan tak pernah tau menau dengan apa yang selalu ia wejangkan kepadaku. Mungkin karena aku masih kecil.

Keesokan harinya, aku dan papa berangkat menuju usat perbelanjaan terdekat di daerahku. Papa menjanjikan baju baru untuk dipakai lebaran nanti. Kita hanya jalan berdua, sedang mama dirumah saja memasak mempersiapkan untuk buka puasa. 
Sesampai ditoko, aku membeli semua apa yang aku mau, mulai dari baju baru, mukena, dan lain sebagainnya. Sampai pada ikatrrambutpun tak luput dari daftar belanjaanku kala itu. Namun satu lagi, mataku tertuju pada sepatu yang kurasa itu pas sekali bila ku kenakan, warnanya putih gradasi ungu. Aku bilang sama papa kalo aku ingin sekali sepatu itu, papa selalu tersenyum dan langsung menuntunku untuk melihat sepatu itu dan menanyakan berapa harganya.
"Punten mang, ini berapa? (Sambil memegang sepatu)"
"Oh itu, bagus pak memang lagi trend, harganya murah kok, hanya 170rb saja"
"Ah, mahal. 130 ya?" (Papa ku menawar).
Aku sudah berdebar, kalau-kalau papa tak berhasil menawar nanti sepatunya akan keburu pindah tangan dibeli sama orang lain. Waktu itu aku sudah cemberut dan mengunyeng-ngunyeng tangan papaengisyaratkan "sudahlah tak usah ditawar lagi, setuju saja!"
"Wah belum nisa pak, itu sudah harga pas. Tapi untuk langganan 150rb boleh pak" 
"Ah, tapi .."
Belum selesai papa menawar, sepatunya sudah aku rebut. Dan benar saja, sepatunya pas, cantik sekali aku kenakan. Tak perlau waktu lama aku segera berlari keluar toko yang kala itu sedang gerimis, aku loncat-loncat di genangan air dengan wepatu itu. Aku ingin tau, akan bagaimana papa kepadaku. Mungkin lebih tepatnya aku 'ngetest'.
Papa dan empunya toko itu saling pandang dab heran dan langsung mengejarku, semua orangpun melihat kami sedang hujan-hujanan walau kala itu hujan kecil.
Papa bertanya "Usu kenapa hujan-hujanan? Nanti sakit nak"
Sepertinya papa begitu khawatir, meski saat itu diapun najunya sudah mulai basah.
"Aku takut pa, kalo lama-lama papa nawar sepatu ini , nanti sepatunya tak jadi dibeli karena papa rasa kemahalan. Ementara si amangnya berai kukuh dengan harga yang menurut papa mahal itu. Jadi yasudah, aku kotori saja dulu, kalau sudah begini kan nanti mau tidak mau papa pasti jadi beli kan?"
Aku menjelaskan namun tetap sedikit takut dan malu dilihat banyak orang. Namun, papaku luar biasa. Senyumnya mengembang, tangannya ia alungkan ditubuhku, dan seraya ia berkata "Anak papa pintar" semua orang disana serentak tepuk tangan dan tertawa menyaksikan kami berpelukan, dan si amang pun mengangguk. Tapi, aku menolak dan merasa ada yang aneh, aku bilang "Papa, aku mau dipukul!"
"Kenapa nak? Kenapa usu mau dipukul?"
"Aku kan bersalah pak, anaknya bapak(paman) saja, dia tidak juara satu dia dipukul, dicubit, tapi kenapa papa selalu tersenyum setiap kali melakukan kesalahan? Bahkan, papa melototpun kepadaku tidak pernah?"
"Mana mungkin papa tega melakukan itu sayang, papa sangat sayang sama kamu, papa cinta sama kamu. Papa bukan terus memanjamu nak, namun seiring berjalannya waktu, usu pasti menerti dengan apa yang papa lakukan sama kamu nak. Cina ini begitu besar untukkmu. Dan jika kelak ada yang bilang cinta namun tidak dengan kapasitas merawat, menjaga, dan menumbuhkanmu ke arah yang lebih baik, iti tidak lain dia dari seorang pembual, atau pembohong"
Jidatku berkerut, dan menoleh sama si amang yang punya toko  "Boleh pak, 130rb saja, saya setuju"
Entah apa yang menjadikan lidahnya terpeleset, jadilah sepatu itu aku pakai sampai pulang meski keadaan basah.
Haha

Aku tersentak dengan bayangan itu dan dengan pipiku yang mulai becek. Aku tersadar, kalau aku tidak akan mengalami hal yang serupa. Aku ingat akan sebuah arti dalam al-Qur'an " Tiada suatu bencana apapun yang menimpa dan (tidak pula) pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (lauhul mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya, yang demikian itu mudah nagi Alloh,. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput darimu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan, Alloh tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri" (Qs-Al-Haddid [57] : 22-23.
Demikian sang penggenggam nyawa berfirman. Tidak ada pengecualian untuk semua hamba-Nya. Tidak pula ada penguluran waktu, walau sekejap saja, jika ajal sudah ditentukan.

Selalu aku berontak dalam hati, dan menjadi egois dengan "keakuanku" , seolah didunia ini hanya kisahkulah yang tersedih ditinggal papa. Selalu berandai-andai seandainya waktu papa kembali pada-Mu bisa ditanggalkan sejenak, agar supaya waktuku bersamanya bisa lebih lama.

Aku menangis teriangat pesan pesanmu yang kau sampaikan waktu itu kepadaku. Tentang nasihat-nasihat yang selalu kau ucapkan padaku. Tentang masa kecul ku yang tak bisa kita habiskan bersama. Masihkah papa mengingatnya?
Barangkali aku so' tau pa, tapi tentang masa depan akhiratmu. Aku yakin kau masuk syurga. Karena mengingatmu mengingtkanku pada Alloh. Hingga aku jadi takut neraka. Takut tak bisa lagi berjumpa denganmu.
Demi ruang dan waktu yang olehnya raga ini dipisahkan, kini ku rindu. Rindu semua pelukan dan kecupanmu. Rindu bercerita sampai larut malam tentang  hari-hariku selama ditinggal olehmu, dan atu mendengarkan cerita perjuanganmu saat bersekolah dan mulai mengenal mama, dulu.
Aku rindu, berbuka puasa bersama, aku rindu shalat tarawih bersama, yang sampai sekarang aku ingat ingatpun ternyata aku lupa terakhir kita melakukannya kapan, aku rindu makan sahur bersama dan diselingi obrolan-obrolan kecil denganmu.
Aku rindu pa.

*
Cinta kasihku, sayang, dan rinduku padamu tak akan pernah habis, akan selalu mengalir deras dalam setiap doaku. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar