Kamis, 05 Mei 2016

Mama, Maaf ku buat kau menangis ~~

"Anakku, adalah takdir yang menentukan jika suatu hari nanti kita harus berpisah. Mungkin, ketika semua itu terjadi maka ikhlas dan bersabarlah!
Tri Indah Itcun putriku tersayang, dalam jiwamu membayang jiwa ibumu. Dalam indahnya sorot matamu, membayang kasih sayang yang tulus, kepada sesamamu. Bahagialah aku memiliki anak sepertimu. Jadilah kau hamba yang taqarrub kepada Alloh SWT. Janganlah berduka karena persoalan dunia. Karena hanya akan kian menjauh dari Alloh, kian nestapa di dunia dan semakin menderita di akhirat.

Anakku, jadilah kau hamba yang 'ihsan' , hingga selama nafasmu berhembus dimanapun kau berada, kau akan merasa takut kepada Alloh SWT.
Apa yang aku lihat darimu cukup membuatku bangga berkat bimbingan ibumu. Tapi tetap harus kau tambahkan lagi keimanan mu, agar dialam langgeng nanti aku bisa menjemputmu dengan senyuman. Seimbangkanlah urusan dunia dan akhiratmu!

Untukmu mutiaraku, Tri Indah Itcun tersayang...
Kau masih labil. Tapi, aku senang sekali setiap mendengar celotehmu. Embun ada diwajahmu, Jika aku sudah tidak bisa mendampingimu lagi, dengarlah semua pepatah kakakmu, karena dia adalah penggantiku. Janganlah kau buat dia kecewa, dangan buat dia cemas memikirkan kesehatanmu. Buatlah dia tersenyum, agar berkah kau dapati darinya. Tanyakanlah kepadanya apa yang ingin kau tanyakan, dan dampingilah dia disetiap kesusahannya karena dalam kesenangannya kau tak akan dilupakannya. Janganlah kau banyak mendebatnya, karena dalam perdebatan itu sesungguhnya banyak mudharatnya. Dan yang paling utama janganlah sesekali kau memusuhinya, sekeras apapun dia menasehatimu, lakukanlah tugasmu sebagai adik yang berbakti kepada kakaknya. 


Hanya jika kau menemukan laki-laki yang mencintaimu bukan karena akhlakmu, jauhi dia!
Tetapi sebaliknya, jika menemukan laki-laki yang mencintai akhlakmu, mintalah bantuan kakakmu, agar lelaki itu segera mengkhitbahmu.

Anakku, seperti dingin mencintai salju, seperti pantai mencintai lautnya, seperti panas mencintai apinya, dan seperti kekasih mencintai kekasihnya, atas nama Alloh azza wa jalla, jaga dirimu baik-baik. 
Di kehidupan kedua aku menunggumu berbalut cahaya rahmat-Nya. Aku yang siap meletakkan nyawaku untukmu.
Tertanda..
Papa"

Mama, maaf aku lancang telah membaca surat terakhir papa untukku yang telah lama kau sembunyikan.
Mama, maaf telah banyak ku buat kau menangis karena ulahku sewaktu kecil dulu yang selalu menanyakan papa dimana.
Tiga tahun telah berlalu, aku sudah lulus dibangku sekolah menengah atas. 

Namun kali ini akan ku paparkan semuanya. Waktu kelas sebelas itu, engkau datang ke sekolah untuk mengambil hasil laporan belajarku, namun setelah kau terima kau terkaget ada ketidakhadiranku yang teryanda "Alfa" selama 3hari. Padahala kaupun tau dan ingat bahwa aku tidak pernah tidak masuk sekolah kecuali sakit.

Kau tak menanyaiku ketika masih di sekolah, namun kulihat nampak wajahmu kesal kepadaku. Setelah dirumah, selesai akuganti baju dan makan, lalu kau tanyakan semua itu kepadaku.

"Nak, kemana saja kau tiga hari ada alfa? Padahal mamah tau kau tidak pernah bolos begitu saja. Mengapa kau tidak bilang?"
Namun aku tak menjawab, karena aku takut, aku tau mama marah sekali.
"Kenapa tidak menjawab? Kamu kemana? Kamu tau, mama sangat khawatir? Kamu tau, kamu adalah harapan mama satu satunya setelah kakakmu? Mama tidak mau mempunyai anak yang nakal, apalagi kau perempuan. Jangan kau ikuti semua pergaulan anak zaman sekarang! Mama kecewa sama kamu"
Mendengar kalimat-kalimat yang mama ucapkan kepadaku, hatiku terasa nyeri, andai mama tau aku kemana waktu itu , mungkin dia akan lebih kecewa lagi, apalagi kulihat matanya berurai airmata.
Aku tak kuasa menahan tangis, sambil memeluk, ku jabat tangannya, aku segera meminta maaf dan menjelaskan semuanya "Mama, maafin aku.. Aku tau aku salah, selama tigahari itu aku memang bolos sekolah. Aku ikut lomba festival band sama teman-teman dan kakak kelas ku, dan aku lanjutkan menonton konser band lain"

Mama geram mendengar semua apa yang telah aku jelaskan , dan langsung tak mau bersentuhan denganku.

"Hah? Kamu tidak masuk sekolah hanya karena alasan itu? Betapa merugi kakakmu menanggung semua beban sekolahmu, 
awalnya mama bangga sama kamu, tapi kini tidak lagi, mama kecewa karena kau telah berani berbohong. Apalagi jika kakakmu tau soal ini, betapa hatinya terluka kau khianati kepercayaannya. Sudah mama tak menyangka, putri kecil yang mama sayangi ini ternyata sudah berani berbohong. Betapa hati mama terluka nak, kamu mengabaikan sekolahmu hanya karena bermain, hanya karena kau asyik menonton konser musik indolamu. Nak, papamu sudah tidak ada, jangan kamu nakal, jangan kamu membangkang, apa kau tidak sayang sama mama dan aa? Sekali lagi kau mengulangi kesalahan itu, mama tidak segan memukulmu, sudahlah sana mama ingin sendiri!"

"Tapi mah, mama harus dengar dulu alasanku berani berbuat seperti itu ..'
"Tidak, sdahlah sana.. Nanti kalau mamah sudah tak marah lagi, baru kau boleh berbicara!"
Tanpa mau mendengar alasanku, mama memungkas percakapan itu.


Duaminggu kemudian, di sekolah diadakan acara kenaikan kelas dan perpisahan seperti biasanya pesta tiap tahun anak-anak sekolah.
Aku dan mama sudah baik-baik saja. Semua orangtua wali murid datang untuk menghadiri putra-putrinya. Acara demi acara tersuguh dengan rapi, karya karya terbaik di suguhkan untuk menghibur semua hadirin yang datang. Akan tetapi, degan keadaan mama yang sudah tidak muda lagi, mama pulang sebelum acara selesai. Tapi bagiku itu tidak mengapa, aku rasa semua baik-baik saja. Namun tibalah saatnya pembagian hadiah untuk siswa-siswi berprestasi.

Dari mulai kelas sepuluh, sebelas, duabelas, semuanya dipanggil. Setiap semua siswa-siswi yang berprestasi itu, dipanggil satu persatu dan dengan didampingi papanya atau walinya masing masing. Tiba saatnya siswa-siswi di kelasku yang diumukan, pertama dipanggil dia yang peringkat ke riga, yang kedua, dan tak disangka aku mendapati juara pertama. Aku girang bukan main, banyaknya tepukan tangan mengelu-elukan namaku membuat hatiku melayang terbang, aku segera bergegas naik keatas pentas untuk mengambil theropy juara pertamanya. Namun sekejap hatiku lemas, ketika tak kudapati orang dibelakang yang mendampingiku, padahal temanku yang kedua dan ketiga mereka semua dipeluk papanya. Seketika airmataku berurai, tak henti aku menyalahkan keadaan, menyesali semuanya, sambil tertinduk dalam hati aku berkata "Mengapa harus aku yang mendapat juara? Sedang tak ada satupun yang mendampingiku disini, lebih baik aku tak usah mendapati piala ini, apalah arti semua ini, hatiku sakit Tuhan :'("
Semua mata tertuju padaku, semua memandang, tak sedikit yang bertanya "Mana itu papanya? Mana itu walinya?"
Arrghhh hatiku kesal, marah, sedih dan campur aduk. Aku bergegas pergi dari pentas, tak ku hiraukan semuanya. Walaupun mereka beryanya-tanya apa yang terjadi gerangan.

Aku pulang, aku ceritakan semua kejadian tadi sama mama, mama kembali menangis dan memeluk, tak lupa ia mengucap maaf kepadaku, karena merasa bersalah tak bisa mendampingiku. Namun, hatiku tak tega melihat ia menangis, ku usap airmatanya, ku peluk dia erat-erat dan aku bilang "Tidak apa-apa ma, aku mengerti. I love you ma" 

Ketika sedang berpelukan, tiba-tiba salah satu temanku ada yanh datang kerumah, membawa piala yang tadi sempat aku lupa membawanya pulang. Tetapi mama heran, melihatnya membawa dua piala.
"Ndu, kok kamu bawa dua piala? Juara apa saja?"
"Oh ini mah satu piala, aku dapat peringkat kelas ke dua, yang satu lagi juara pentas seni sewaktu classmeeting duaminggu yang lalu"
"Ooh begitu, memangnya Tri nggak dapet juara ya pas classmeeting itu ndu? (Mama seolah penasaran).
"Mmm Tri bukannya tidak juara mah, tapi Tri gak ikutan. Soalnya pentas seni waktu itu pesertanya harus anak dan ayahnya. Jadi Tri gak ikut, malah dia gak sekolah dan ka dia bilang ke aku, dia ikut festival band waktu itu, dia menang lho mah, dapet kaos cinderamata katanya".

Setelah temanku berlalu pergi, mungkin mama mengerti dengan semua kejadian tempo lalu. Mama tak kuasa menahan air mata, mama datang ke kamarku dan menangis sejadi-jadinya.
Aku heran, kenapa mama tiba-tiba seperti itu.

"Mah, mama kenapa? Mama sakit? Apa yang sakit mah? Aku. Panik dan akupun ikut menangis. Mama memeluk erat tubuhku.
"Nak, mama tidak sakit, mama tidak kenapa-kenapa, sesungguhnya hatimu yang baru mama ketahui menahan sakit yang luar biasa, menahan perih yang teramat dalam, menahan rindu yang sangat menebal. Maafkan mama tempo lalu yang telah habis memarahimu, mama tak sedikitpun benar-benar marah kepadamu waktu itu, mama sekarang mengerti, mengapa kau membolos, tetapi mengapa tak kau ceritakan semuanya pada mama? Kau menahanya sendiri.. "
Ohh berarti mama sudah tau semuanya.

"Hmm .. Iya ma, itulah alasanku mengapa dulu sempat aku tidak masuk sekolah. Sejujurnya aku sangat ingin mengikuti pentas seni itu, tetapi aku mencari kebahagiaanku sendiri, aku mengalihkan kesedihanku waktu itu, aku tau aku salah mah, aku tidak bilang dulu sama mama. Tapi aku takut mama marah.  Aku tak sekuat orang lihat ma, aku rapuh. Tangisku selalu pecah, setiap kali aku mengingat papa. Dadaku selalu berdesir, bergejolak, setiap kali melihat gadis lain sedang bercengkrama dengan papanya, hatiku terasa nyeri setiap kali membayangkan papaemgusap rambutku. Ingin aku menyumbat telingaku, karena iri, setiap banyak teman-teman sedang menceritakan papanya, tetapi aku bersyukur aku punya mama dan aa"

Mendengar aku berkata demikian, sepertinya hati mama lebih sakit dari apa yang sekadar aku rasakan. Hmm namun aku tidak bermaksud membuat mama sakit hati.. Tapi itulah yang sebenarnya aku rasakan.
.
Aa says "Jangan pernah tanyakan mengapa semuanya terjadi, karena tugas kita hanya menjadi anak yang soleh dan soleha, yakin saja kalau kita bisa berkumpul lagi di Jannah-Nya"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar